Rabu, 29 Desember 2010

SYEIKH YASIN AL-FADANI


Bernama lengkap Abu al-Faydl ‘Alam al-Din Muhammad Yasin ibn Muhammad ‘Isa al-Fadani. Ulama keturunan Padang. Mufti (pemberi fatwa) mazhab Syafi’i di Mekah, dan penulis beberapa literature khazanaha keislaman. Lahir pada tahun 1335 H. di Makkah. Menimba ilmu, mula-mula dari ayahnya sendiri; Syaikh ‘Isa al-Fadani, lalu kepada bapa saudaranya, Syaikh Mahmud al-Fadani.

Setelah itu melanjutkan pendidikannya di Madrasah Shawlahiyyah (1346H) dan akhirnya di Dar al-‘Ulum al-Diniyyah, Makkah (tamat 1353H). selain pendidikan formal, Syeikh Yasin juga banyak berguru kepada ulama’-ulama’ besar Timur Tengah. Diantaranya beliau belajar ilmu Hadist pada syeikh ‘Umar Hamdan, pada Syeikh Muhammad ‘Ali bin Husain al-Maliki, Syeikh ‘Umar Ba junaid, mufti Syafi’iyyah Makkah, lalu pada Syeikh Sa’id bin Muhammad al-Yamani, dan Syeikh Hassan al-Yamani. Dalam disiplin ilmu Ushul fiqh, beliau menimba ilmu diantaranya pada Syeikh Muhsin bin ‘Ali al-Palimbani al-Maliki (ulama keturunan Palembang yang tinggal di Mekah), Sayyid ‘Alwi bin ‘Abbas al-Maliki al-Makki (ayah kandung Sayyid Muhammad ulama’ Sunni Kontemporer dari Arab Saudi) dan banyak ulama’ berpengaruh lainnya. Bahkan disebutkan bahawa jumlah gurunya mencapai kisaran 700 orang, lelaki mahupun perempuan.


Selama bertahun-tahun Syeikh Yasin aktif mengajar dan memberi kuliah di Masjidil Haram dan dar al-‘Ulum al-Diniyyah, Makkah, terutama pada mata kuliah ilmu Hadits. Pada tiap-tiap bulan Ramadhan selalu membaca dan mengijazahkan salah satu diantara Kutub al-Sittah (6 kitab utama ilmu Hadits). Hal itu berlangsung lebih kurang 15 tahun. Syeikh yasin juga menulis hingga mencapai lebih dari 60 buah, diantaranya ‘Al-Durr al-Mandlud Syarh Sunan Abi Dawud’ 20 Juz, ‘Fath al-‘Allam syarh Bulugh al-Maram 4 jilid, ‘Nayl al-Ma’mul ‘ala Lubb al-Ushul wa Ghayah al-wushul, ‘Al-Fawa’iad al-Janiyyah dan sebagainya, termasuk tulisnya tentang ilmu periwayatan hadits. Syeikh yasin wafat pada Juma’at 28 Dzul al-Hijjah 1410 H. dan dimakamkan selepas solat Juma’at di permakaman Ma’la , Makkah.

Guru Mughni

Nama lengkap dari Guru Mughni adalah Abdul Mughni bin Sanusi bin Ayyub bin Qais. Beliau lahir sekitar tahun 1860 di Kampung Kuningan, Jakarta dan wafat pada hari Kamis, 5 Jumadil Awwal 1354H, dalam usia 70 tahun. Beliau merupakan anak bontot (bungsu) dari pasangan H. Sanusi dan Hj. Da`iyah binti Jeran. Saudara kandungnya yang lain adalah Romli, Mahalli dan Ghozali.

Keluarganya merupakan keluarga yang sangat taat dalam menjalankan ajaran agama Islam. Guru pertamanya adalah bapaknya sendiri, H. Sanusi. Selain mengaji kepada ayahnya, beliau dan kakak-kakaknya juga mengaji kepada H. Jabir.
Kecerdasannya membuatnya sang bapak bertekad mengirimnya untuk belajar ke Makkah. Pada usia 18 tahun, beliau dikirim bapaknya ke Makkah. Pada tahun 1885, beliau sempat kembali ke tanah air. Namun, karena merasa belum cukup berilmu, beliau kembali lagi Makkah unuk mengaji selama lima tahun. Keilmuannya yang mendalam, membuat beliau pernah diminta untuk mengajar di Masjidil Haram bersama ulama Makkah lainnya.
Di antara guru-gurunya selama di Makkah antara lain: Syekh Sa`id Al-Babsor (Mufti Makkah), Syekh Abdul Karim Al-Daghostani, Syekh Muhammad Sa`id Al-Yamani, Syekh Umar bin Abi Bakar Al-Bajnid, Syekh Muhammad Ali Al-Maliki, Syekh Achmad Al-Dimyathi, Syekh Sayyid Muhammad Hamid, Syekh Abdul Hamid Al-Qudsi, Syekh Muhammad Mahfuz Al-Teramasi, Syekh Muhammad Muktar Athorid A-Bogori, Syekh Sa`id Utsman Mufti Betawi, Syekh Muhammad Umar Syatho, Syekh Sholeh Bafadhal, Syekh Achmad Khatib Al-Minangkabawi, Syekh Nawawi bin Umar Al-Bantani Al-Jawi.
Setelah 14 Tahun di Makkah, beliau kembali ke Tanah Air. Dengan kapasitas ilmunya, orang datang berduyun-duyun untuk belajar dan menimba ilmu darinya. Sejak itulah beliau dikenal dengan panggilan “Guru Mughni”. Dari beberapa pernikahannya, beliau dikaruniai banyak anak. Namun walaupaun punya banyak anak, Guru Mughni sangat perhatian terhadap pembentukan kepribadian dan masa depan semua anak-anaknya. Guru Mughni memiliki visi agar anak dan keturunannya mengikuti jejaknya untuk menjadi ulama. Karenanya beliau tidak segan-segan mengirim putra-putrinya untuk bermukim dan menuntut ilmu agama di kota Makkah walau usia mereka masih muda belia. Beliau ingin anak-anaknya menjadi pribadi yang mandiri namun berakhlak mulia dan memiliki ilmu yang mumpuni. Terbukti sekembalinya ke tanah air, anak-anaknya banyak yang berhasil menjadi ulama terkemuka, ulama yang mandiri, antara lain, yaitu: KH. Syahrowardi, KH. Achmad Mawardi, KH. Rochmatullah, KH. Achmad Hajar Malisi, KH. Ali Syibromalisi, KH. Achmad Zarkasyi, dan KH. Hasan Basri. Selain anak-anaknya, cucu-cucunya ada yang menjadi ulama Betawi terkemuka, antara lain, yaitu KH. Abdul Rozak Ma`mun, Dr. KH. Nahrawi Abdus Salam, KH. Abdul Azim AS, KH. Abdul Mu`thi Mahfuz, dan KH. Faruq Sanusi. Selain anak dan cucunya, cicitnya pun, baik yang putri maupun putra, ada yang menjadi ulama Betawi terkemuka, salah satunya adalah Dr. KH. Lutfi Fathullah Mughni,MA yang pada masa kecilnya pernah berguru kepada salah seorang kakeknya, KH. Ali Syibromalisi.
Di halaqah atau majelis taklimnya, Guru Mughni mengajar ilmu fiqih, tauhid, tafsir, hadits, akhlak, dan bahasa Arab. Untuk pelajaran fiqh, beliau gunakan kitab Safinah An- Najah untuk tingkat murid dan kitab Fath Al- Mu`in untuk tingkat guru. Untuk pelajaran tauhid, beliau gunakan kitab Kifayah Al-Awam. Untuk pelajaran tafsir, beliau gunakan Tafsir Jalalain. Untuk pelajaran hadits, beliau gunakan kitab Shahih Bukhori dan Shahih Muslim. Untuk pelajaran akhlak, beliau gunakan kitab Minhaj Al-Abidin. Untuk tata bahasa Arab, beliau gunakan kitab Alfiyah. Beliau tidak hanya mengajar, beliau juga menerjemahkan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Syama`il dan disusunnya dalam satu kitab yang beliau beri judul Taudhih Al-Dala`il fi Tarjamat Hadits al-Syama`il.
Murid-muridnya yang menjadi ulama Betawi terkemuka di antaranya adalah Guru Abdul Rachman Pondok Pinang, KH. Mughni Lenteng Agung, Guru Naim Cipete, KH. Hamim Cipete, KH. Raisin Cipete, Guru Ilyas Karet, Guru Ismail atau Guru Mael Pendurenan, KH.Abdurrachim dan KH. Abdullah Suhaimi yang menjadi salah seorang guru dari Syekh. Dr. Ahmad Nahrawi Abdussalam Al-Indunisi.

Guru Marzuki (1293 – 1353 H/1876 – 1934 M)

 
Nama lengkap beliau adalah “Ahmad Marzuki bin Syekh Ahmad al-Mirshad bin Khatib Sa’ad bin Abdul Rahman al-Batawi”. Ulama terkemuka asal Betawi yang bermazhab Syafi’i dan populer dengan sebutan Guru Marzuki ini lahir dan besar di Batavia (Betawi). Ayahnya, Syekh Ahmad al-Mirshad, merupakan keturunan keempat dari kesultanan Melayu Patani di Thailand Selatan yang berhijrah ke Batavia. Guru Marzuki dilahirkan pada bulan Ramadhan tahun 1293 H/1876 M di Meester Cornelis, Batavia.

Masa Pertumbuhan dan Menuntut Ilmu


Pada saat berusia 9 tahun, Guru Marzuki ditinggal wafat ayahnya. Pengasuhannya pun beralih ke tangan ibunya yang dengan penuh kasih sayang membina sang putra dengan baik. Pada usia 12 tahun, Marzuki dikirim oleh sang ibu kepada seorang ahli fikih bernama Haji Anwar untuk memperdalam Al-Qur'ân dan ilmu-ilmu dasar bahasa Arab. Guru Marzuki kemudian melanjutkan pelajarannya mengaji kitab-kitab klasik (turats) dibawah bimbingan seorang ulama Betawi, Sayyid Usman bin Muhammad Banahsan. Melihat ketekunan dan kecerdasan Marzuki-muda, sang guru pun merekomendasikannya untuk berangkat ke Mekah al-Mukarramah guna menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu. Guru Marzuki yang saat itu berusia 16 tahun pun kemudian bermukim di Mekah selama 7 tahun.

Guru-guru di Haramain


Selama tidak kurang dari 7 tahun, hari-harinya di Tanah Suci dipergunakan Guru Marzuki dengan baik untuk beribadah dan menimba ilmu dari para ulama terkemuka di Haramain. Ulama Haramain yang sempat membimbing Guru Marzuki, antara lain: Syekh Muhammad Amin bin Ahmad Radhwan al-Madani (w. 1329 H.), Syekh Umar Bajunaid al-Hadhrami (w. 1354 H.), Syekh Abdul karim al-Daghistani, Syekh Mukhtar bin Atharid al-Bogori (w. 1349 H), Syekh Ahmad al-Khatib al-Minangkabawi (w. 1337 H.), Syekh Umar al-Sumbawi, Syekh Mahfuzh al-Termasi (w. 1338 H.), Syekh Sa’id al-Yamani (w. 1352 H), Syekh Shaleh Bafadhal, Syekh Umar Syatta al-Bakri al-Dimyathi (w. 1331 H.), Syekh Muhammad Ali al-Maliki (w. 1367 H.) dan lain-lain.

Ilmu yang dipelajarinya pun bermacam-macam, mulai dari nahwu, shorof, balaghah (ma‘ani, bayan dan badi‘), fikih, ushul fikih, hadits, mustholah hadits, tafsir, mantiq (logika), fara’idh, hingga ke ilmu falak (astronomi). Dalam bidang tasawuf, guru Marzuki memperoleh ijazah untuk menyebarkan tarekat al-‘Alawiyah dari Syekh Umar Syatta al-Bakri al-Dimyathi (w. 1331 H.) yang memperoleh silsilah sanad tarekatnya dari Syekh Ahmad Zaini Dahlan (w. 1304 H/1886 M.), Mufti Syafi’iyyah di Mekah al-Mukarramah.

Dalam disertasi doktoralnya di Fak. Darul Ulum, Cairo University (hal. 63 – 66), Daud Rasyid memasukkan Guru Marzuki sebagai salah seorang pakar hadits Indonesia yang sangat berjasa dalam penyebaran hadits-hadits nabi di Indonesia dan menjaga transmisi periwayatan sanadnya.

Sistem Mengajar dan Para Muridnya
Sesudah kembali ke tanah air, atas permintaan Sayid Usman Banahsan, Guru Marzuki mengajar di masjid Rawabangke selama lima tahun, sebelum pindah dan menetap di Cipinang Muara. Di sinilah ia merintis berdirinya pesantren di tanah miliknya yang cukup luas. Santri yang mondok di sini memang tidak banyak, ditaksir sekitar 50 orang dan terutama datang dari wilayah utara dan timur Jakarta (termasuk Bekasi).

Cara mengajar Guru Marzuki kepada muridnya tidak lazim di masa itu, yaitu sambil berjalan di kebun dan berburu bajing (tupai). Ke mana sang guru melangkah, ke sana pula para murid mengikutinya dalam formasi berkelompok. Setiap kelompok murid biasanya terdiri dari empat atau lima orang yang belajar kitab yang sama, satu orang di antaranya bertindak sebagai juru baca. Sang guru akan menjelaskan bacaan murid sambil berjalan. Setiap satu kelompok selesai belajar, kelompok lain yang belajar kitab lain lagi menyusul di belakang dan melakukan hal yang sama seperti kelompok sebelumnya.

Mengajar dengan cara duduk hanya dilakukan oleh Guru Marzuki untuk konsumsi masyarakat umum di masjid. Meskipun demikian, anak-anak santrinya secara bergiliran membacakan sebagian isi kitab untuk sang guru yang memberi penjelasan atas bacaan muridnya itu. Para juru baca itu kelak tumbuh menjadi ulama terpandang di kalangan masyarakat Betawi dan sebagian mereka membangun lembaga pendidikan yang tetap eksis sampai sekarang, seperti KH. Noer Alie (pendiri Pesantren Attaqwa, Bekasi), KH. Mukhtar Thabrani (pendiri Pesantren An-Nur, Bekasi), KH. Abdul malik (putra Guru Marzuki), KH. Zayadi (pendiri Perguruan Islam Az-Ziyadah, Klender), KH. Abdullah Syafi’i (pendiri Pesantren Asy-Syafi’iyyah, Jatiwaringin), KH. Ali Syibromalisi (pendiri Perguruan Islam Darussa’adah dan mantan ketua Yayasan Baitul Mughni, Kuningan-Jakarta), KH. Abdul Jalil (tokoh ulama dari Tambun, Bekasi), KH. Aspas (tokoh ulama dari Malaka, Cilincing), KH. Mursyidi dan KH. Hasbiyallah (pendiri perguruan Islam al-Falah, Klender), dan ulama-ulama lainnya. Selain KH. Abdul Malik (Guru Malik), putera-putera Guru marzuki yang lain juga menjadi tokoh-tokoh ulama, seperti KH. Moh. Baqir (Rawabangke), KH. Abdul Mu’thi (Buaran, Bekasi), KH. Abdul Ghofur (Jatibening, Bekasi).

Guru Marzuki dan Jaringan Ulama Betawi
Dalam kajian Abdul Aziz, MA., peneliti Litbang Depag dan LP3ES, Guru Marzuki termasuk eksponen dalam jaringan ulama Betawi yang sangat menonjol di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 bersama lima tokoh ulama Betawi lainnya, yaitu: KH. Moh. Mansur (Guru mansur) dari Jembatan Lima , KH. Abdul majid (Guru Majid) dari Pekojan , KH. Ahmad Khalid (Guru Khalid) dari Gongangdia , KH. Mahmud Romli (Guru mahmud) dari Menteng , dan KH. Abdul Mughni (Guru Mughni) dari Kuningan-Jakarta Selatan .

Guru Marzuki beserta kelima ulama terkemuka Betawi yang hidup sezaman ini memang berhasil melebarkan pengaruh keulamaan dan intelektualitas mereka yang menjangkau hampir seluruh wilayah Batavia (Jakarta dan sekitarnya). Jaringan keulamaan yang dikembangkan oleh “enam pendekar-ulama Betawi” hasil gemblengan ulama haramain inilah yang kelak menjadi salah satu pilar kekekuatan mereka sebagai kelompok ulama yang diakui masyarakat dan telah berjasa menelurkan para ulama terkemuka Betawi selanjutnya. Wafatnya Guru Marzuki —rahimahullah wa ardhahu— wafat pada hari Jumat, 25 Rajab 1353 H. Pemakaman beliau dihadiri oleh ribuan orang, baik dari kalangan Habaib, Ulama dan masyarakat Betawi pada umumnya, dengan shalat jenazah yang diimami oleh Habib Sayyid Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (w. 1388/1968) .

Di masa hidupnya, Guru Marzuki dikenal sebagai seorang ulama yang dermawan, tawadhu’, dan menghormati para ulama dan habaib. Beliau juga dikenal sebagai seorang sufi, da’i dan pendidik yang sangat mencintai ilmu dan peduli pada pemberdayaan masyarakat lemah; hari-hari beliau tidak lepas dari mengajar, berdakwah, mengkaji kitab-kitab dan berzikir kepada Allah swt. Salah satu biografi beliau ditulis oleh salah seorang puteranya, KH. Muhammad Baqir, dengan judul Fath Rabbil-Bâqî fî Manâqib al-Syaikh Ahmad al-Marzûqî.

Guru Mansyur

KH. Muhammad Mansyur Al-Batawi merupakan tokoh yang dipandang sebagai guru sejati oleh masyarakat Betawi. Ia sezaman dengan Guru Mughni dari Kuningan. Kedua tokoh inilah yang dikatakan oleh masyarakat Betawi sebagai “Paku Jakarta” serta merupakan generasi Guru Mujtaba dari kampung Mesteer. Guru Mansyur (1878-1967), merupakan seorang ilmuwan Betawi di zaman penjajahan Belanda. Guru Mansyur memperdalam ilmu agamanya di Mekah selama empat tahun. Kemudian mengajar di Jamiatul Khair dan disinilah beliau berkenalan lebih dekat dengan tokoh-tokoh Islam. Beliau orang yang berhasil menggagalkan pembongkaran masjid Cikini di JI. Raden Saleh tahun 1925. Beliau meninggal hari Jum’at 12 Mei 1967 dan dimakamkan di halaman masjid Al Mansyuriah Kampung Sawah, Jembatan Lima. Tercatat ada 19 karya yang telah dihasilkannya diantaranya: Kaifiyatul amal ijtima, khusuf wal kusuf, Tajkirotun nafi’ah fisihati’amalissaun wal fitr, Jadwal faraid serta Al lu’lu ulmankhum fi khulasoh mabahist sittah ulum. 


Guru Mansyur dilahirkan di Kampung Sawah, Jembatan Lima, Jakarta tahun 1295 Hijriah/ 1878 Masehi. Beliau wafat pada tahun 1967 Masehi. Ayahnya bernama Kyai Haji Abdul Hamid bin Muhammad Damiri. Pada zaman Haji Hamid ini banyak pemuda-pemudi betawi yang belajar masalah-masalah agama kepadanya, termasuk Guru Mansur yang banyak belajar dan dididik langsung oleh ayahnya.
Sejak kecil Guru Mansur sudah mulai tertarik dengan ilmu hisab atau ilmu falak, disamping ilmu-ilmu agama lainnya. Sesudah ayahnya meninggal, Guru Mansur belajar dari kakak kandungnya Kyai Haji Mahbub dan kakak misannya Kyai Haji Tabrani. Guru Mansur juga pernah belajar kepada seseorang ulama dari Mester Cornelis bernama Haji Mujtaba bin Ahmad sebelum pergi ke Mekah pada usia 16 tahun dan belajar di sana selama empat tahun. Selama di Mekah ia berguru kepada sejumlah ulama, antara lain:
* Syekh Mukhtar Atharid Al Bogori
* Syekh Umar Bajunaid Al Hadrami
* Syekh Ali Al Maliki
* Syekh Said Al Yamani
* Syekh Umar Sumbawa, dll.
Setibanya di kampung halaman, ia mulai membantu ayahnya mengajar di rumah. Bahkan ia sudah ditunjuk seabagai pengganti sewaktu-waktu ayahnya berhalangan. Selain mengajar di tempatnya, beliau juga mengajar di Madrasah Jam’iyyah Khoir, Pekojan pada tahun 1907 Masehi. Kemudian diangkat menjadi penasehat syar’i dalam organisasi Ijtimak-UI Khoiriyah. Pada tahun 1915, Guru Mansur diangkat menjadi penghulu daerah Penjaringan-Betawi dan pernah juga menjabat sebagai Rois Nahdatul Ulama cabang Betawi ketika zamannya Kyai Haji Hasyim Asy’ari.
Cita-cita dan pengalaman Guru Mansur dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama islam telah dibuktikannya dengan jalan berdakwah, mendidik, dan membina pemuda-pemudi harapan bangsa dan agama. Sebagai sasaran penunjang cita-cita tersebut, beliau mendirikan sekolah, madrasah, dan pesantren, serta majlis taklim.
Menurut informasi dari Kyai Haji Fatahillah (cucu Guru Mansur), tak ada ulama lain pada masanya yang menguasai ilmu falak selain Guru Mansur. Di samping berdakwah dengan lisan, beliau juga berdakwah dengan tulisan. Beberapa hasil karya tulisnya berkaitan dengan ilmu falak (astronomi islam) antara lain:
* Sullamun Nayyiroin
* Khulasatul Jawadil
* Kaifiyatul Amal Ijtimak, Khusuf, wal Kusuf
* Mizanul I’tidal
* Jadwal Dawaa’irul Falakiyah
* Majmu’ Arba’ Rasa’il Fii Mas’alatil Hilal
* Rub’ul Mujayyab
* Mukhtashor Ijtima’un Nayyiroin
Ilmu Falak & Perlawanan terhadap Penjajah
Guru Mansyur mendalami ilmu falak karena dulu di Betawi orang menetapkan awal Ramadhan dan hari lebaran dengan melihat bulan. Kepala penghulu Betawi menugaskan dua orang pegawainya untuk melihat bulan. Jika bulan terlihat, maka pegawai tadi lari ke kantornya memberi tahu kepala penghulu. Kepala penghulu meneruskan berita itu kepada mesjid terdekat. Mesjid terdekat memukul bedug bertalu-talu tanda esok lebaran tiba. Kanak-kanak yang mendengar bedug bergembira, lalu mereka berlarian ke jalan raya sambil bernyanyi lagu dalam bahasa Sunda.
Lebaran Tong lebaran
Iraha Tong iraha
Isukan Tong isukan
Tetapi banyak juga orang yang tidak mendengar pemberitahuan melalui bedug. Akibatnya lebaran dirayakan dalam waktu yang berbeda.
Guru Mansyur memahami permasalahan ini. Karena itu Guru Mansyur mendalami ilmu falak. Setiap menjelang lebaran Guru Mansyur mengumumkan berdasarkan perhitungan ilmu hisab lebaran akan jatuh dua hari lagi, umpamanya.
Dalam adat Betawi Guru orang yang sangat alim, ilmunya tinggi, menguasai kitab-kitab agama, dan menguasai secara khusus keilmuan tertentu. Di atas Guru dato’. Dato’ lebih dari Guru, dan Dato’ menguasai ilmu kejiwaan yang dalam. Di bawah Guru mu’alim. Mu’alim ilmunya masih di bawah Guru. Di bawah Mualim ustadz. Ustadz pengajar pemula agama. Di bawah Ustadz guru ngaji. Guru ngaji mengajar mengenal huruf Arab.
Guru Mansyur terlibat langsung dalam perjuangan kemerdekaan. Ketika Jakarta diduduki Belanda tahun 1946, Guru Mansyur memerintahkan agar di menara mesjid Jembatan Lima dikibarkan bendera merah putih. Belanda memerintahkan bendera diturunkan, Guru Mansyur menolak. Tentara Belanda menembaki menara mesjid. Guru Mansyur tidak berubah pendirian.
Melihat kekerasan hati Guru Mansyur, Belanda bertukar siasat. Belanda menyerahkan hadiah berupa uang kertas satu kaleng biskuit. Guru Mansyur langsung menolak sambil berkata: “Gue kagak mau disuruh ngelonin kebatilan” Guru Mansyur pemberani, namun hatinya mulia.
Guru Mansyur wafat pada tanggal 12 Mei 1967. Jenasahnya dimakamkan di halaman mesjid Jembatan Lima. Orang Betawi senantiasa ingat akan pesannya: “Rempug! Kalau jahil belajar. Kalau alim mengajar. Kalau sakit berobat. Kalau jahat lekas tobat”.

Kamis, 25 November 2010

Tuan Guru Ijai





Pernah mendengar nama seorang ulama besar, Tuan Guru Ijai? Jika kebetulan di Banjarmasin atau Martapura, atau di manapun di Kalimantan Selatan, atau kebetulan bertemu dengan warga asal Kalimantan Selatan di manapun, Anda akan segera diberi tahu tentang Tuan Guru Ijai.

Ia adalah ulama karismatik di Banjarmasin yang sangat terkenal di seluruh Kalimantan Selatan. Kaum muslimin dikawasan Banjar bahkan meyakininya sebagai walilullah. Nama sebenarnya adalah K.H. Muhammad Zainal Abdul Ghani bin Abdul Manaf, tapi lebih termasyur dengan panggilan Tuan Guru Ijai. Selain mempunyai banyak santri, ia juga produktif dalam berkarya. Setiap hari rumahnya tidak pernah sepi dari tamu. Mereka tidak hanya berkonsultasi, banyak diantaranya mohon berkah atau dido’akan semasa hidupnya, hingga kini makamnya banyak di ziarahi kaum muslimin nusantara maupun para muslimin Negara tetangga.

Semasa hidupnya Orang yang berjumpa dengannya akan berebut untuk bersalaman, dan mencium telapak tangannya. Mereka bukan hanya warga biasa, para pejabat maupun ulama dari berbagai daerah banyak pula yang bertamu. Bahkan tak sedikit ulama dari luar negri yang bertandang kerumahnya – dari hadramaut, madinah, makah bruani Darussalam, Malaysia, juga singapura.


 

                Wajahnya selalu tampak sejuk, tutur katanya selalu lembut. Dalam menerima tamu, ia tak membeda – bedakan derajat, pangkat, dan tingkat social. Semuanya dilayaninya. Taklupa, ia pun menyuguhkan hidangan atau jamuan makanan lezat. Ia memang ulama besar yang selalu mengayomi masyarakat. Tutur katanya penuh dengan hikmah, seperti layaknya seorang ulama tasawuf yang sangat disegani. Jika diundang kesebuah pengajian, tak segan – segan ia pun menyumban dana demi kemajuan pengajian tersebut.

Tuan Guru Ijar lahir pada 11 Februari 1942 di kampong Tanggul Irang seberang, Martapura, Kalimantan Selatan, dengan nama kecil Qusyairi. Dari alur nasabnya, Tuan Guru Ijai masih segaris keturunan dengan ulama lain dari Banjarmasin yang juga termasyur dan terlegendaris, Syekh Arsyad Al-Banjari. Seperti lazimnya para ulama zaman dahulu, sejak kecil ia mengenyam pendidikan agama (Al-Quran, Tauhid, Ahklak) dari orang tuanya sendiri serta neneknya, Salbuiyah.

                Meski orang tuanya bukan termasuk golongan berada, mereka sangat mementingkan pendidikan. Salah seorang guru ngajinya ialah Muhammad Hasan Pesayangan, yang Cuma mendapat “upah” sebotol kecil minyak tanah yang dibawa oleh santri kecil bernama Qusyairi alias Abdul Ghani. Dalam usia belum berjalan tujuh tahun, ia mengaji disebuah madrasah dikampung Keraton, Martapura, selama dua tahun.

                Selanjutnya ia meneruskan belajar agama dimadrasah Darussalam hingga tamat. Banyak yang berpengaruh dalam hidupnya. Di antaranya, Syeikh Yasin Padang, seorang ulama tasawuf yan sangat tersyur di Makah. Ia juga berguru kepada Kiai Falah, bogor, dan Syeikh Ismail dari Yaman.

Karomah- Karomahnya

Ø Ketika beliau masih tinggal di Kampung Keraton, biasanya setelah selesai pembacaan maulid, beliau duduk-duduk dengan beberapa orang yang masih belum pulang sambil bercerita tentang orang-orang tua dulu yang isi cerita itu untuk dapat diambil pelajaran dalam meningkatkan amaliyah. Tiba-tiba beliau bercerita tentang buah rambutan, pada waktu itu masih belum musimnya; dengan tidak disadari dan diketahui oleh yang hadir beliau mengacungkan tangannya ke belakang dan ternyata di tangan beliau terdapat sebuah buah rambutan yang masak, maka heranlah semua yang hadir melihat kejadian akan hal tersebut. Dan rambutan itupun langsung beliau makan.

Ø Ketika beliau sedang menghadiri selamatan dan disuguh jamuan oleh shahibul bait maka tampak ketika itu makanan tersebut hampir habis beliau makan, namun setelah piring tempat makanan itu diterima kembali oleh yang melayani beliau, ternyata makanan yang tampak habis itu masih banyak bersisa dan seakan-akan tidak di makan oleh beliau.

Ø Pada suatu musim kemarau yang panjang, di mana hujan sudah lama tidak turun sehingga sumur-sumur sudah hampir mengering, maka cemaslah masyarakat ketika itu dan mengharap agar hujan bisa turun. Melihat hal yang demikian banyak orang yang datang kepada beliau mohon minta doa beliau agar hujan segera turun, kemudian beliau lalu keluar rumah dan menuju pohon pisang yang masih berada di dekat rumah beliau itu, maka beliau goyang goyangkanlah pohon pisang tersebut dan ternyata tidak lama kemudian, hujan pun turun dengan derasnya.

Ø Ketika pelaksanaan Haul Syekh Muhammad Arsyad yang ke 189 di Dalam Pagar Martapura, kebetulan pada masa itu sedang musim hujan sehingga membanjiri jalanan yang akan dilalui oleh 'Alimul 'allamah Al 'Arif Billah Asy Syeikh H. M. Zaini Abd. Ghani menuju ke tempat pelaksanaan haul tersebut, hal ini sempat mencemaskan panitia pelaksanaan haul tersebut, dan tidak disangka sejak pagi harinya jalanan yang akan dilalui oleh beliau yang masih digenangi air sudah kering, sehingga dengan mudahnya beliau dan rombongan melewati jalanan tersebut; dan setelah keesokan harinya jalanan itupun kembali digenangi air sampai beberapa hari.

Ø Banyak orang-orang yang menderita sakit seperti sakit ginjal, usus yang membusuk, anak yang tertelan peniti, orang yang sedang hamil dan bayinya jungkir serta meninggal dalam kandungan ibunya, sernuanya ini menurut keterangan dokter harus di operasi. Namun keluarga mereka pergi minta do'a dan pertolongan. 'Allimul'allamah 'Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani. Dengan air yang beliau berikan kesemuanya dapat tertolong dan sembuh tanpa di operasi.




Karya tulis beliau adalah :
1. Risalah Mubarakah.
2. Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muharnmad bin Abd. Karim Al-Qadiri Al Hasani As Samman Al Madani.
3. Ar Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah.
4. Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a'zham Muhammad bin Ali Ba-'Alwy.

Wasiat Tuan Guru K.H. M. Zaini Abdul Ghoni
1. Menghormati ulama dan orang tua,
2. Baik sangka terhadap muslimin,
3. Murah hati,
4. Murah harta,
5. Manis muka,
6. Jangan menyakiti orang lain,
7. Mengampunkan kesalahan orang lain,
8. Jangan bermusuh-musuhan,
9. Jangan tamak / serakah,
10. Berpegang kepada Allah, pada Qobul segala hajat,
11. Yakin keselamatan itu pada kebenaran.





GURU SAID (PAMAN GURU IJAI) : WAFATNYA GURU IJAI SEPERTI SEBUAH LAMPU, SAAT INI REDUP, TAPI BUKAN PADAM

Wafatnya Guru Sekumpul tanggal 5 Agustus 2005 M atau 5 Rajab 1426 H lalu memang sudah membuat sebagian besar masyarakat Kalsel kehilangan seorang panutan.

Sebelum Guru Ijai wafat, Guru Said mengaku sudah mendapat firasat ketika dalam satu pertemuan dengan keponakannya itu sempat berucap mereka berdua sudah tua. Apalagi Habib Husin telah mendahului menghadap Sang Khalik di usia yang lebih muda. Bahkan sebelum Guru Ijai berangkat ke Singapura, ada orang "Dalam Pagar" yang dipanggil ke Sekumpul. Kepada orang yang tak disebutkan identitasnya itu, Guru Ijai menanyakan kondisi dirinya. Tak lama setelah itu, ulama karismatik yang juga ayah angkat penyanyi Chrisye itu berangkat ke Negeri Singa sampai akhirnya meninggal dunia.

KETUA MUI DAERAH KALIMANTAN SELATAN PROF. Drs. H.M. ASYWADIE SYUKUR, Lc. : SEJAK KECIL SUDAH JADI PANUTAN

Kepergian Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Guru Sekumpul ke pangkuan Illahi, Rabu (10/8) pagi, membuat banyak orang merasa kehilangan. Banyak kesan yang diingat, terutama orang-orang yang pernah dekat dengan ulama kharismatik ini.

Guru Sekumpul, dalam ingatan masa kecil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Kalimantan Selatan Prof Drs HM Asywadie Syukur Lc, adalah insan panutan.

"Tuan Guru ini sejak kecil sudah tampak sebagai manusia panutan, sebab tidak banyak bicara tetapi selalu ceria. Kalau pun bicara, tidak mengeluarkan suara nyaring; tetapi sederhana," kata Asywadie. Di masa kecil Tuan Guru Sekumpul dan Asywadie Syukur sama-sama tinggal di Sungai Jingah. Sama-sama sebagai teman sepergaulan, namun setelah masuk sekolah masing-masing disibukkan dengan kegiatan belajar.
"Guru Sekumpul sekolah di PGA Banjarmasin, kemudian Darussalam Martapura, Pesantren di Jombang dan kembali ke Martapura mengajar di Pesantren Darussalam," kenang Asywadie.

Terhadap kepergian Tuan Guru Sekumpul menghadap Ilahi Rabbi, Asywadie berujar, di daerah ini banyak ulama namun sedikit ulama yang dijadikan panutan. Artinya, apa yang diucapkan Tuan Guru itu, dijadikan pedoman oleh muslimin-muslimat, terutama dalam kehidupan bermasyarakat.

Mengenai harapan, sebagai umat Islam di Kalsel khususnya dan Kaltim, Kalteng umumnya, mudah-mudahan cepat mendapat ulama panutan sebagai ganti Tuan Guru Sekumpul itu. Semoga bak pepatah "patah tumbuh hilang berganti", terutama ulama yang tidak sekadar pandai berdakwah, tetapi menjadi panutan dan setiap ujarannya dipakai oleh umat.

HJ. SA’DIAH : MERUPAKAN ANAK YANG SANGAT BERBAKTI KEPADA ORANG TUANYA

Hj Sa’diah (80), seorang keluarga Guru Sekumpul yang tinggal di Jalan Makam Kelurahan Keraton, Martapura mengaku mengenal betul dengan almarhum. Sebelum memimpin pengajian di Sekumpul, menurutnya, sekitar 1970 Guru Sekumpul mulai memberikan pengajian di Jalan Makam Kelurahan Keraton Martapura.

Hj Sa’diah menceritakan pengalamannya saat masih berdampingan rumah dengan Guru Sekumpul di Keraton. "Sejak masih kecil, Guru Sekumpul yang saat itu kerap dipanggilnya Anang (sebutan kesayangan), merupakan anak yang sangat berbakti kepada kedua orangtuanya --Abdul Ghani dan Hj Masriah," tuturnya.

Pada masa itu pula Guru Sekumpul sudah rajin mengaji ilmu agama Islam, baik di Darussalam maupun berkunjung langsung ke rumah guru-guru di Martapura.
Cerita serupa juga disampaikan satu sahabat Guru Sekumpul, Guru Rosyad yang sering menjemput dengan sepeda untuk pergi mengaji ke rumah Guru H Anang Syahrani, di Desa Kampung Melayu Martapura.

Katanya, sopan dan santun terhadap orangtua dan teman sebayanya, salah satu prilaku terpuji Guru Sekumpul sejak kecil. Bahkan dalam adab membawa kitab-kitab yang dipelajarinya, selalu dibekap di dadanya sebagai tanda penghormatan terhadap sumber-sumber ilmu tersebut.

Hidupkan Mawlid Habsyi

Sejak 1961, Guru Sekumpul sudah menghidupkan pembacaan Maulid Habsyi di Kalsel, ketika berkediaman di Jalan Makam Kelurahan Keraton Martapura. Itulah, penuturan H Muhammad (55), anak dari Hj Sa’diah, yang juga salah seorang dari 15 murid Guru Sekumpul dalam belajar Maulid Habsyi saat itu.

Menurut Muhammad, satu kesempatan ayahnya H Alus sempat menanyakan kepada Guru Seman Mulia, yang tak lain paman Guru Sekumpul, siapa di antara keponakannya yang nantinya menjadi ulama besar. "Guru Seman Mulia mengatakan si Anang (Guru Sekumpul) nantinya menjadi ulama besar," ucap Muhammad, menirukan perkataan H Alus.

Muhammad kecil pula yang sering memijat-mijat Guru Sekumpul, saat beristirahat sejenak di Langgar Darul Aman yang lokasinya tak jauh dari kediaman Guru Sekumpul di Keraton.

"Saat sidin istirahat sejenak di Langgar Darul Aman, aku memijat-mijat awak sidin. Sidin katuju makan buah durian dan bubur kacang hijau," tuturnya. Muhammad mengisahkan, pesan Guru Sekumpul yang selalu diingatnya, yaitu setiap saat bertemu dengan orang tua-terutama ibu, hendaknya mencium tangan.

"Kalau ada duit kita berikan kepada orang tua dan kalau sempat ikut pengajian. Pesan itu yang selalu saya ingat," imbuhnya. Seiring pindahnya tempat pengajian dari Keraton ke Sekumpul, kesibukan Guru Sekumpul pun semakin padat. Hal ini pun yang membuat mereka yang tahu akan kesibukan Guru Sekumpul, mengurungkan niat untuk sekedar bertamu sebagai rasa pengertian demi menjaga kesehatan beliau. Hal itu diutarakan Anang Mahli (65), teman sepermainan Guru Sekumpul waktu kecil di Keraton.

"Kecuali penting banar atau sidin yang bakiau hanyar aku ke Sekumpul. Kalau badapat sidin rami bakisah tentang Keraton," tutur Mahli.
Dalam setiap pertemuan, Guru Sekumpul selalu mendoakan; mudah-mudahan kita semua mendapatkan rahmat Allah SWT dan mendapat safa’at Nabi Muhammad SAW. "Kita benar-benar kehilangan ulama besar yang sangat peduli terhadap masyarakat," ucap Mahli.

Sementara Zakir, seorang santri yang tinggal di Pekauman Martapura mengakui sangat kagum dengan Guru Sekumpul. "Pernah suatu ketika, saya diperintahkan oleh ayah saya untuk mengantar sesuatu ke kediaman Guru Sekumpul. Saya sebelumnya belum pernah bertemu langsung dengan beliau. Ketika sudah berada di halaman rumah beliau, saya kemudian terpikir, apakah mungkin saya dapat berjabat tangan dan mencium tangan beliau. Anehnya, belum sempat saya mengetuk pintu, beliau sudah membuka pintu dan mengulurkan tangannya kepada saya seraya mengucap salam. Saya pun terkejut, namun segera saja memanfaatkan kesempatan langka itu," ujar Zakir.

Tidak kalah menariknya, Ikhsan Cahyadi, seorang warga Pelaihari yang sering mengikuti pengajian Sekumpul mengatakan, dirinya baru mengakui karomah Guru Sekumpul setelah ia mengikuti pengajian kali pertama.

"Sejak berangkat dari Pelaihari, saya memiliki satu pertanyaan tentang soal agama yang saya belum temukan jawabannya. Alhamdulillah, ketika duduk mengikuti pengajian, Guru Sekumpul ada menyinggung persoalan agama yang jadi pertanyaan saya itu, dan terjawablah sudah pertanyaan di hati ini," paparnya.

Kamis, 18 November 2010

عبد الله روشيد











الله معك
 
الله معك يا شاكي مر الأوجاع صوتك أنا جاوبت حال استماعي جاوبت قلب بين الأضلاع ملتاع جرب مع غاليه كل المساعي
 
لا تشتكي هم نجا بين الأضلاع ولا تشتكي خل هجر ما يراعي مالك و ماله دامه للوصل قطاع اترك هواه وخل عنك النزاع

الله معك يا شاكي مر الأوجاع صوتك أنا جاوبت حال استماعي جاوبت قلب بين الأضلاع ملتاع جرب مع غاليه كل المساعي
 
خلك مثل قلبي عن الحب جزاع الحب ماله في حشاي اتساعي لو أدري إن القلب للحب ينصاع أرميه و أطوي عن حياتي شراعي


أنا بتبع قلبي

 

أنا بتبع قلبي و بس ما علي في الناس كذب اللي يقولون المحبه لها مقياس يقولون لي سيبو تلاقي مثيلو جم و قلبي يقولي لا تسيبو ترى تندم


أحبه محبه من زمان الصبا و أقدم أحبه محبه قبل يخلق أبونا آدم أحبه بكل ما فيه من عاطفه و احساس كذب اللي يقولون المحبه لها مقياس


أنا أعيش بين إيديه يظلمني أو يرحم في اليد ذا سقمي و في اليد ذا المرهم و إذا ما مسح بـإيده عليا يزول الباس كذب اللي يقولون المحبه لها مقياس


أنا ماقدر على الفرقا

 

أنا ماقدر على الفرقا ولا تقدر على فرقاي ولا غيرك ملا عيني و لا غيري ملا عينك

و لو طالت مسافاتي على دربك تسير خطاي ينور دربك أحساسي يوصلني عناوينك

تعال أنجدد الماضي نعيش أحلامنا بالجاي أضم أيدينك بقلبي و أقول من الوله وينك

حرام الوقت يسرقنا ولا تسمع صدى شكواي نضيع عمرنا في البعد و أنتا الوصل بيدينك

أحب الحب من حبك و حبك روحي و معناي ولو أجمع جمال الكون كله ما وصل زينك

أحس أنك هنا عمري و رغباتي و كل مناي تشوف أحساس هالعالم أحسه بيني و بينك


 عويشق



عويشق عسى الله يعينه / لكنهـــــــــم حاسدينــــــــــــــــه/ يبو ياحرمونه ضنينــــه / وهـــــــو طارحه في عيونـــــــه/

عويشق عسى الله يعينه/

حبيبي بعد كيف أســوي/ تأثر بجو غير جــــــــــــــــــوي/ قد كان يسرح ويضوي معي وينه اليوم وينــــــــــــــــاه/

عويشق عسى الله يعينه /

مصيب الحسد كيف يعمل/ كما النار في الناس تشعـــــــــل/ بدء حبنا سمن وعســـــل / ولكنهم فرقونـــــــــــــــــــــــــــا/

عويشق عسى الله يعينه


قلبي معك

 

قلبي معك يا مشغل البال ملتاع يلي تدور مايزيد إلتياعي المشكله إنك فاهم كل الأوضاع ما للهجر في الحب يا زين داعي

خليت قلبي يرتجف بين الأضلاع يصبح علي الصبح ما نمت واعي فيك الرجا يا مشقي الروح ما ضاع و عَيت عيوني يمك غيرك تراعي

يلي عيونك حلوه سود و وساع معذور لو جيت الهوى ب اندفاعٍ ياما تهيت القلب لا شك ما طاع راضي بغرام اللي سعى في ضياعي


ام كلثوم











الاطلال


يا فؤادي لا تسل أين الهوى كان صرحا من خيال فهوى اسقني واشرب على أطلاله واروعني طالما الدمع روى كيف ذاك الحب أمسى خبرا وحديثا من أحاديث الهوى لست أنساك وقد أغريتني بفم عذب المنادة رقيق ويد تمد نحوي كيد من خلال الموج مدت لغريق وبريق يظمأ الساري له أين في عينيك نياك البريق

ياحبيبا زرت يوما أيكه طائر الشوق أغنى ألمي لك إبطاء المذل المنعم وتجني القادر المحتكم و حنيني لك يكوي أضلعي والتواني جمرات في دمي

أعطني حريتي أطلق يدي ا إنني أعطيتك ما استبقيت شيئا آه من قيدك أدمى معصمي لم أبقيه وما أبقى عليا ما احتفاظي بعهود لم تصنها وإلام الأسر والدنيا لد يا

أين من عيني حبيب ساحر فيه عز وجلال وحياء واثق الخطوة يمشي ملكا ظالم الحسن شهي الكبرياء عبق السحر كأنفاس الربى ساهم الطرف كأحلام المساء

أين مني مجلس أنت به فتنتة تمت سناء وسنى وأنا حب و قلب هائم وفراش حائر منك دنا ومن الشوق رسول بيننا ونديم قدم الكاس لنا

هل رأى الحب سكارى مثلنا كم بنينا من خيال حولنا ومشينا في طريق مقمر تثب الفرحة فبه قلبنا وضحكنا ضحك طفلين معا وعدونا فسبقنا ظلنا

وانتبهنا بعد ما زا9D9� الرحيق وأفقنا ليت أنا لانفبق يقظة طاحت بأحلام الكرى وتولى الليل والليل صديق وإذا النور نذير طالع وإذا الفجر مطال كالحريق وإذا الدنيا كما تعرفها وإذ ا الأحباب كل فب طريق أيها الساهر تغفو تذكر العهد وتصحو وإذا ما الأم جرح جد بالتذكار جرح فتعلم كيف تنيى وتعلم كيف تمحو

يا حبيبي كل شيء بقضاء ما بأيدينا خلقنا تعساء ربما تجمعنا أقدارنا ذات يوم بعدما عز اللقاء فإذا انكر خل خله وتلاقينا لقاء الغرباء ومضى كل إلى غايته لاتقل شئنا فإن الحظ شاء


غنّيلي شوية شوية


غنّيلي شوية شوية ....غنّيلي وخود عينيّ

خليني أقول ألحان ...تتمايل لها السامعين

وترفرف لها الأغصان ....النرجس مع الياسمين

وتسافر معها الركبان ...طاويين المراكب طيّ

شوي شوي ...شوي شوي

المغنى حياة الروح ....يسمعها العليل تشفيه

وتداوي كبد مجروح ....تحتار الأطبّة فيه

وتخللي طلام اللّيل ....بعيون الحبايب ضيّ

شوي شوي ...شوي شوي

لأغنّي وقول للطير ...من بدري صباح الخير

والقمر مع الخضّير ...ويّاي يردّو عليّ

شوي شوي ....شوي شوي

أحلفلك ..بربّ البيت ......يا مصدّق بربّ البيت

لاسحركم إذا غنّيت .....وارقّص بنات الحيّ

شوي شوي ....شوي شوي

 
افرح يا قلبي

  

افرح يا قلبي لك نصيب تبليغ مناك ويا الحبيب

افرح يا قلبي

يا فرحة القلب الحزين لو صادق الخل الامين

بعد التمني والحنين يبلغ مناه ويا الحبيب

افرح يا قلبي

الفكر كان تايه شريد والقلب كان هايم وحيد

واللي انكتب له يكون سعيد يبلغ مناه ويا الحبيب

افرح يا قلبي

غنى له الحان الغرام واحكي له اسباب الهيام

وافرح يا قلبي بالمرام وابلغ مناك ويا الحبيب

افرح يا قلبي

اقطف معاه زهر الحياة مدام هواك وافق هواه

إخلص الية واطلب رضاه وابلغ مناك ويا الحبيب

افرح يا قلبي




 ألف ليلة وليلة


يا حبيبي .. الليل وسماه .. ونجومه وقمره وسهره وإنت وأنا

يا حبيبي أنا .. يا حياتي أنا كلنا في الحب سوا

والهوى .. آه منه الهوىسهران الهوى

يسقينا الهنا .. ويقول بالهنايا حبيبي

يالله نعيش في عيون الليل ونقول للشمس تعالي بعد سنة

مش قبل سنةدي ليلة حب حلوه بألف ليلة وليلة

بكل العمر .. هو العمر إيه غير ليلة زي الليلة

إزاي أوصف لك يا حبيبي إزاي

قبل ما أحبك كنت إزاي كنت ولا امبارح فاكراه

ولا عندي بكره أستناه ولا حتى يومي عايشاه

خدتني بالحب في غمضة عين

وريتني حلاوة الأيام فينا لليل بعد ما كان غربة مليته أمان

والعمر اللي كان صحرا اصبح بستان

يا حبيبي .. يالله نعيش في عيون الليل

ونقول للشمس تعالي بعد سنة

مش قبل سنة ..دي ليلة حب حلوه بألف ليلة وليلة

بكل العمر .. هو العمر إيه غير ليلة زي الليلة

يا حبيبي إيه اجمل م الليل واتنين زينا عاشقين تايهين

ما احناش حاسين العمر ثواني والا سنين

حاسين اننا بنحب وبس

عايشين لليل والحب وبس

يا حبيبي الحب حياتنا وبيتنا وقوتنا

للناس دنيتهم واحنا لنا دنيتنا

وإن قالوا عن عشاقه بيدوبوا في نار أشواقه

أهي ناره دي جنتنا

الحب عمره ما جرح .. ولا عمر بستانه طرح غير الهنا وغير الفرح

يا حبيبي يالله نعيش في عيون الليل

ونقول للشمس تعالي بعد سنة

مش قبل سنةدي ليلة حب حلوه بألف ليلة وليلة

بكل العمر .. هو العمر إيه غير ليلة زي الليلة

يا قمر ليلي .. يا ظل نهاري .. يا حبي .. يا أيامي

الهنيةعندي لك أجمل هدية

كلمة الحب اللي بيها

تملك الدنيا وما فيها و اللي تفتح لك كنوز الدنيا ديه

قولها ليه قولها للطير .. للشجر .. للناس .. لكل الدنيا .. قول الحب نعمة

مش خطية الله محبة .. الخير محبة

النور محبة يا رب تفضل حلاوة سلام أول لقا في ايدينا

وفرح أول ميعاد منقاد شموع حو الينا

ويفوت علينا الزمان يفرش أمانه علينا

يا رب

لا عمر كاس الفراق المر يسقينا

ولا يعرف الحب مطرحنا ولا يجينا

وغير شموع الفرح ما تشوف ليالينا

يا حبيبي يالله نعيش في عيون الليل

ونقول للشمس تعالي بعد سنة

مش قبل سنةدي ليلة حب حلوه بألف ليلة وليلة

بكل العمر .. هو العمر إيه غير ليلة زي الليلة


احلام


تدري ليش



تدري ليش ازعل عليــــك اعشقك واموت فيـــــــــك تكسر الخاطر بدونــــــــي وينكسر قلبي واجيــــــــك
لو تفارقني ثوانــــــــــــي اكتئب واكره زمانـــــــــي لا تخليني اعانــــــــــــــي وانت في عمري شريــــك
تدري ليش ازعل عليــــك

راعني واقهر ظروفــــــك واسعد ايامي بشوفـــــــك ليش بعدك ليش خوفـــــك دام قلبي في يديــــــــــــك
حبك يبان بـ عيونـــــــــي وابتساماتي وشجونـــــي وانت ماتصبر بدونـــــــي تهتويني واهتويـــــــــــك
تدري ليش ازعل عليــــك

اكره العالم بدونـــــــــــك واعتزلهم في عيونـــــــك من يحبك لا مايخونـــــــك لو ترى يزعل عليـــــــــك
استفزك مـــــــــن ودادي واهجرك واقول عـــــادي من ورا خاطر فــــــؤادي لجل ترضيني واجيـــــــك
تدري ليش ازعل عليــــك


تناظر الساعة

 
تناظر الساعة و ليش مستعجل أحدٍ مع خله و يناظر الساعة منتى على بعضك و شفيك متملل و أول على شوفتي اتموت كل ساعة

كلي وله جيتك و قليبي متأمل لو بس انا وياك أقعد ربع ساعة كني ملكت الكون يوم علي تجبل و شوفتك يا زين شبركها من ساعة
 
أن غبت يا عمري أفراحي ما تكمل و توقف وسط عيني عقارب الساعة في موعدي الثاني أجلس معي كمل و أرجوك يا خلي لا تلبس الساعة


قول عني ما تقول

 
قول عني ما تقول صوبي كم صعب الوصول و اللي ما يطول العنب حامض عنه يقول

الهوى حبٍ و كيف ما يجي بخنجر و سيف قلتها بكل أعتزاز مالك بقلبي قبول

أنت في وهم و خيانة تبني قصر من رمال تدري ليه هب الشمال ينجلي الغيوم و يزول

في النهاية و الختام راح تعلن الأنهزام الفعل غير الكلام صارع أمواج السيول


لما قلبي

 
لما قلبي يحبني ما يحب قلبو ولا يهوى مثيله ولا يعجب بكلماتي و جلساتي ولا خلوة مقيله جمال وفي غرورة يريد الشور شوره

لانُ زين عسى الأيام تجمعنا و يتوقف دموع العين يقول للناس لا حبه ولا أريده و يدورله بديله و أنا أهواه من قلبي وأ قول للناس هو وحده حبيبي وستب بشعب نوره و يفرح لي بحضوره برغم البين

حب و رام هجران و صدوا لي و نكران جميله عسى عقله يرده لي و يرجع لي جميله و نقطف من زهوره لشمر و عطوره بحب و حنين


والله أحتاجك

 
والله أحتاجك انا خليك بجنبي قريب
وان حصل شيّ بيننا عن حياتي لا تغيب

أنا من بعدك أتوه و عالمي بعدك يضيع
تختلط عندي الوجوه العدو يصبح صديق

* * *

تدري يالقلب الحنون انت بالنسبة لي ايش
وانا بعدك كيف أكون وليه أحس وليه أعيش

يللي شفت أحلامي فيه والتقيت بأحلى جنة
أدعو ربّي وارتجيه ربّي لا تحرمني منه

* * *

لو تهب الدنيا ريح وينتهي كل الزمان
ويصبح العالم جريح أنا بأديك بأمان

قلبك البيت الكبير اللي ظللني بوروده
وأصبح الحلم الأخير صعب أبعد عن حدوده


حسين الجسمى











الرسالة

 
اشتكي من بعدهم .. قلبي متعلق بهم حتى لو دار الزمان .. في فؤادي حبهم هم على بالي اكيد .. لو عن عيوني بعيد و الله هذا الكون كله .. ما يساوي شوفهم
 
اكتب بدمي لهم .. هالرسالة باسمهم حتى لو ما جا جواب .. يكفي توصل عندهم لو قروا شوقي الكبير .. و عرفوا اني بخير و اذكروني في غيابي .. كاني قاعد بينهم
 
من كثر ما احبهم .. قلبي يسأل عنهم لو انا لحظة نسيت .. هو يذكرني بهم بعدهم عايش غريب .. لا وطن لي و لا حبيب ودي اغمض عيوني .. و القى نفسي عندهم


آكديللي



آكديللي..آكديللي وش تا يقولوا فينا آكديللي..آكديللي صلو على نبينا

آكديللي..آكديللي جاك الشتا وحياتو آكديللي..آكديللي وخداته مولاتو

آكديللي..آكديللي طال الهجر ونسينا آكديللي..آكديللي غدوه عساه يجينا


سلمولـى


سلمولـى علـى اللـي سـم حالـى فراقـه حسبي الله على اللى حـال بينـى وبينـه
 
قايدالـريـم تـاخـذنـي عـلـيـه الشـفــــــاقـه ليتنـى دب دهـرى محبسـن فـي يمينـه

لاذكرت الليالى اللى مضـت والصــــــداقـه عود القلب يرجف مثل رجـف المكينـه

عقب ماهو نديمى صار شــــوفه اشفاقـه الله اقوى على اللى عشر واربع سنين


قاصد


قاصد جفاكم حافي يا حلوين المنشم و لكم ضميري صافي و لغيركم ما يضم و أنتم من الأشرافي و لكم قدر ما يعم و أنتم من الأطرافي دانات جذر و يم

و الإحترام الوافي حقك علينا يتم أفضيت سراً خافي في قلبي من كل كم يا كامل الأوصاف الزين فيكم عم مذهب و خلق وافي و بسماتك تلمس زيم

ماهو من الأخفافي رزين و محتشم يا صار في الأطرافي أنت قصد اللبن قاصد جفاكم حافي يا حلوين المنشم و لكم ضميري صافي و لغيركم ما يضم


قالوا تسلى عن المحبوب قلت بمن


قالوا تسلى عن المحبوب قلت بمن؟ كيف التسلي وفي الأحشاء نيرانُ

إن التسلي حرامٌ في مذاهبنا فكيف يبدل بالكفران إيمانُ

فشارب الخمر يصحو بعد سكرته وشارب الحب طول العمر سكرانُ


و بحبك وحشتيني


و بحبك وحشتيني بحبك و انتي نور عيني ده و انتي مطلعه عيني بحبك موت لفيت قد ايه لفيت ما لقيت غير في حضنك بيت و باقولك انا حنيت بعلو الصوت و كان الوقت في بعدك واقف ما بيمشيش و كانك كنتي معايا بعدت و ما بعدتيش في دم حبيبتي و امي و زي ما اكون ما تدعيش

بعدت و كنت هاعمل ايه مين اختار غربته بايديه لكن حبك ده ما نستهوش و عايش فيه ليه اتاسف عالغيبه ما غبتيش لحظه و قريبه ما حدش عنده كده طيبه و حنيه و كان الوقت في بعدك واقف ما بيمشيش و كانك كنتي معايا بعدت و ما بعدتيش في دمي حبيبتي و امي و زي ما اكون ما تدعيش و بحبك وحشتيني بحبك و انتي نور عيني ده و انتي مطلعه عيني بحبك موت


واقف على بابكم


واقف على بابكم ولهان ومسير
اسأل عن أللي سأل محبوبي لصغير
يومين مروا علي
سنتين لو أكثر
ما قدرت يامنيتي
عن شوفتك أصبر


هذا النصيب أنكتب
أحب انأ أصغيرون
يحبني لكن هله
يخاف لا يدرون فضحتني ياهوى.. تالي كشفت الرأس
محدا درى بعلتي.. والحين كل الناس


خليتني ياهوا.. أوقف على ألبيبان
من حرةً بالحشا.. ومن كثرة الأشجان


يناعم العود

 
يناعم العود ياسيد الملاح  ياناعس الطرف ارحم حالتي ليت للغرام حاكم والله لاشتكي

وياقمر عيش ويانور الصباح  انظرك وتكفي مني نظرتي ليت للغرام حاكم والله لاشتكي

قلبي عليل بطعنات الرماح هذا وانوي لأجلك حسرتي ليت للغرام حاكم والله لاشتكي

ابو خدود تحلاها الوشاح رمان بنهديك غاية منيتي ليت للغرام حاكم والله لاشتكي