Pernah mendengar nama seorang ulama besar, Tuan Guru Ijai? Jika kebetulan di Banjarmasin atau Martapura, atau di manapun di Kalimantan Selatan, atau kebetulan bertemu dengan warga asal Kalimantan Selatan di manapun, Anda akan segera diberi tahu tentang Tuan Guru Ijai.
Ia adalah ulama karismatik di Banjarmasin yang sangat terkenal di seluruh Kalimantan Selatan. Kaum muslimin dikawasan Banjar bahkan meyakininya sebagai walilullah. Nama sebenarnya adalah K.H. Muhammad Zainal Abdul Ghani bin Abdul Manaf, tapi lebih termasyur dengan panggilan Tuan Guru Ijai. Selain mempunyai banyak santri, ia juga produktif dalam berkarya. Setiap hari rumahnya tidak pernah sepi dari tamu. Mereka tidak hanya berkonsultasi, banyak diantaranya mohon berkah atau dido’akan semasa hidupnya, hingga kini makamnya banyak di ziarahi kaum muslimin nusantara maupun para muslimin Negara tetangga.
Semasa hidupnya Orang yang berjumpa dengannya akan berebut untuk bersalaman, dan mencium telapak tangannya. Mereka bukan hanya warga biasa, para pejabat maupun ulama dari berbagai daerah banyak pula yang bertamu. Bahkan tak sedikit ulama dari luar negri yang bertandang kerumahnya – dari hadramaut, madinah, makah bruani Darussalam, Malaysia, juga singapura.
Wajahnya selalu tampak sejuk, tutur katanya selalu lembut. Dalam menerima tamu, ia tak membeda – bedakan derajat, pangkat, dan tingkat social. Semuanya dilayaninya. Taklupa, ia pun menyuguhkan hidangan atau jamuan makanan lezat. Ia memang ulama besar yang selalu mengayomi masyarakat. Tutur katanya penuh dengan hikmah, seperti layaknya seorang ulama tasawuf yang sangat disegani. Jika diundang kesebuah pengajian, tak segan – segan ia pun menyumban dana demi kemajuan pengajian tersebut.
Tuan Guru Ijar lahir pada 11 Februari 1942 di kampong Tanggul Irang seberang, Martapura, Kalimantan Selatan, dengan nama kecil Qusyairi. Dari alur nasabnya, Tuan Guru Ijai masih segaris keturunan dengan ulama lain dari Banjarmasin yang juga termasyur dan terlegendaris, Syekh Arsyad Al-Banjari. Seperti lazimnya para ulama zaman dahulu, sejak kecil ia mengenyam pendidikan agama (Al-Quran, Tauhid, Ahklak) dari orang tuanya sendiri serta neneknya, Salbuiyah.
Meski orang tuanya bukan termasuk golongan berada, mereka sangat mementingkan pendidikan. Salah seorang guru ngajinya ialah Muhammad Hasan Pesayangan, yang Cuma mendapat “upah” sebotol kecil minyak tanah yang dibawa oleh santri kecil bernama Qusyairi alias Abdul Ghani. Dalam usia belum berjalan tujuh tahun, ia mengaji disebuah madrasah dikampung Keraton, Martapura, selama dua tahun.
Selanjutnya ia meneruskan belajar agama dimadrasah Darussalam hingga tamat. Banyak yang berpengaruh dalam hidupnya. Di antaranya, Syeikh Yasin Padang, seorang ulama tasawuf yan sangat tersyur di Makah. Ia juga berguru kepada Kiai Falah, bogor, dan Syeikh Ismail dari Yaman.
Karomah- Karomahnya
Ø Ketika beliau masih tinggal di Kampung Keraton, biasanya setelah selesai pembacaan maulid, beliau duduk-duduk dengan beberapa orang yang masih belum pulang sambil bercerita tentang orang-orang tua dulu yang isi cerita itu untuk dapat diambil pelajaran dalam meningkatkan amaliyah. Tiba-tiba beliau bercerita tentang buah rambutan, pada waktu itu masih belum musimnya; dengan tidak disadari dan diketahui oleh yang hadir beliau mengacungkan tangannya ke belakang dan ternyata di tangan beliau terdapat sebuah buah rambutan yang masak, maka heranlah semua yang hadir melihat kejadian akan hal tersebut. Dan rambutan itupun langsung beliau makan.
Ø Ketika beliau sedang menghadiri selamatan dan disuguh jamuan oleh shahibul bait maka tampak ketika itu makanan tersebut hampir habis beliau makan, namun setelah piring tempat makanan itu diterima kembali oleh yang melayani beliau, ternyata makanan yang tampak habis itu masih banyak bersisa dan seakan-akan tidak di makan oleh beliau.
Ø Pada suatu musim kemarau yang panjang, di mana hujan sudah lama tidak turun sehingga sumur-sumur sudah hampir mengering, maka cemaslah masyarakat ketika itu dan mengharap agar hujan bisa turun. Melihat hal yang demikian banyak orang yang datang kepada beliau mohon minta doa beliau agar hujan segera turun, kemudian beliau lalu keluar rumah dan menuju pohon pisang yang masih berada di dekat rumah beliau itu, maka beliau goyang goyangkanlah pohon pisang tersebut dan ternyata tidak lama kemudian, hujan pun turun dengan derasnya.
Ø Ketika pelaksanaan Haul Syekh Muhammad Arsyad yang ke 189 di Dalam Pagar Martapura, kebetulan pada masa itu sedang musim hujan sehingga membanjiri jalanan yang akan dilalui oleh 'Alimul 'allamah Al 'Arif Billah Asy Syeikh H. M. Zaini Abd. Ghani menuju ke tempat pelaksanaan haul tersebut, hal ini sempat mencemaskan panitia pelaksanaan haul tersebut, dan tidak disangka sejak pagi harinya jalanan yang akan dilalui oleh beliau yang masih digenangi air sudah kering, sehingga dengan mudahnya beliau dan rombongan melewati jalanan tersebut; dan setelah keesokan harinya jalanan itupun kembali digenangi air sampai beberapa hari.
Ø Banyak orang-orang yang menderita sakit seperti sakit ginjal, usus yang membusuk, anak yang tertelan peniti, orang yang sedang hamil dan bayinya jungkir serta meninggal dalam kandungan ibunya, sernuanya ini menurut keterangan dokter harus di operasi. Namun keluarga mereka pergi minta do'a dan pertolongan. 'Allimul'allamah 'Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani. Dengan air yang beliau berikan kesemuanya dapat tertolong dan sembuh tanpa di operasi.
Karya tulis beliau adalah :
1. Risalah Mubarakah.
2. Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muharnmad bin Abd. Karim Al-Qadiri Al Hasani As Samman Al Madani.
3. Ar Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah.
4. Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a'zham Muhammad bin Ali Ba-'Alwy.
Wasiat Tuan Guru K.H. M. Zaini Abdul Ghoni
1. Menghormati ulama dan orang tua,
2. Baik sangka terhadap muslimin,
3. Murah hati,
4. Murah harta,
5. Manis muka,
6. Jangan menyakiti orang lain,
7. Mengampunkan kesalahan orang lain,
8. Jangan bermusuh-musuhan,
9. Jangan tamak / serakah,
10. Berpegang kepada Allah, pada Qobul segala hajat,
11. Yakin keselamatan itu pada kebenaran.
GURU SAID (PAMAN GURU IJAI) : WAFATNYA GURU IJAI SEPERTI SEBUAH LAMPU, SAAT INI REDUP, TAPI BUKAN PADAM
Wafatnya Guru Sekumpul tanggal 5 Agustus 2005 M atau 5 Rajab 1426 H lalu memang sudah membuat sebagian besar masyarakat Kalsel kehilangan seorang panutan.
Sebelum Guru Ijai wafat, Guru Said mengaku sudah mendapat firasat ketika dalam satu pertemuan dengan keponakannya itu sempat berucap mereka berdua sudah tua. Apalagi Habib Husin telah mendahului menghadap Sang Khalik di usia yang lebih muda. Bahkan sebelum Guru Ijai berangkat ke Singapura, ada orang "Dalam Pagar" yang dipanggil ke Sekumpul. Kepada orang yang tak disebutkan identitasnya itu, Guru Ijai menanyakan kondisi dirinya. Tak lama setelah itu, ulama karismatik yang juga ayah angkat penyanyi Chrisye itu berangkat ke Negeri Singa sampai akhirnya meninggal dunia.
KETUA MUI DAERAH KALIMANTAN SELATAN PROF. Drs. H.M. ASYWADIE SYUKUR, Lc. : SEJAK KECIL SUDAH JADI PANUTAN
Kepergian Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Guru Sekumpul ke pangkuan Illahi, Rabu (10/8) pagi, membuat banyak orang merasa kehilangan. Banyak kesan yang diingat, terutama orang-orang yang pernah dekat dengan ulama kharismatik ini.
Guru Sekumpul, dalam ingatan masa kecil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Kalimantan Selatan Prof Drs HM Asywadie Syukur Lc, adalah insan panutan.
"Tuan Guru ini sejak kecil sudah tampak sebagai manusia panutan, sebab tidak banyak bicara tetapi selalu ceria. Kalau pun bicara, tidak mengeluarkan suara nyaring; tetapi sederhana," kata Asywadie. Di masa kecil Tuan Guru Sekumpul dan Asywadie Syukur sama-sama tinggal di Sungai Jingah. Sama-sama sebagai teman sepergaulan, namun setelah masuk sekolah masing-masing disibukkan dengan kegiatan belajar.
"Guru Sekumpul sekolah di PGA Banjarmasin, kemudian Darussalam Martapura, Pesantren di Jombang dan kembali ke Martapura mengajar di Pesantren Darussalam," kenang Asywadie.
Terhadap kepergian Tuan Guru Sekumpul menghadap Ilahi Rabbi, Asywadie berujar, di daerah ini banyak ulama namun sedikit ulama yang dijadikan panutan. Artinya, apa yang diucapkan Tuan Guru itu, dijadikan pedoman oleh muslimin-muslimat, terutama dalam kehidupan bermasyarakat.
Mengenai harapan, sebagai umat Islam di Kalsel khususnya dan Kaltim, Kalteng umumnya, mudah-mudahan cepat mendapat ulama panutan sebagai ganti Tuan Guru Sekumpul itu. Semoga bak pepatah "patah tumbuh hilang berganti", terutama ulama yang tidak sekadar pandai berdakwah, tetapi menjadi panutan dan setiap ujarannya dipakai oleh umat.
HJ. SA’DIAH : MERUPAKAN ANAK YANG SANGAT BERBAKTI KEPADA ORANG TUANYA
Hj Sa’diah (80), seorang keluarga Guru Sekumpul yang tinggal di Jalan Makam Kelurahan Keraton, Martapura mengaku mengenal betul dengan almarhum. Sebelum memimpin pengajian di Sekumpul, menurutnya, sekitar 1970 Guru Sekumpul mulai memberikan pengajian di Jalan Makam Kelurahan Keraton Martapura.
Hj Sa’diah menceritakan pengalamannya saat masih berdampingan rumah dengan Guru Sekumpul di Keraton. "Sejak masih kecil, Guru Sekumpul yang saat itu kerap dipanggilnya Anang (sebutan kesayangan), merupakan anak yang sangat berbakti kepada kedua orangtuanya --Abdul Ghani dan Hj Masriah," tuturnya.
Pada masa itu pula Guru Sekumpul sudah rajin mengaji ilmu agama Islam, baik di Darussalam maupun berkunjung langsung ke rumah guru-guru di Martapura.
Cerita serupa juga disampaikan satu sahabat Guru Sekumpul, Guru Rosyad yang sering menjemput dengan sepeda untuk pergi mengaji ke rumah Guru H Anang Syahrani, di Desa Kampung Melayu Martapura.
Katanya, sopan dan santun terhadap orangtua dan teman sebayanya, salah satu prilaku terpuji Guru Sekumpul sejak kecil. Bahkan dalam adab membawa kitab-kitab yang dipelajarinya, selalu dibekap di dadanya sebagai tanda penghormatan terhadap sumber-sumber ilmu tersebut.
Hidupkan Mawlid Habsyi
Sejak 1961, Guru Sekumpul sudah menghidupkan pembacaan Maulid Habsyi di Kalsel, ketika berkediaman di Jalan Makam Kelurahan Keraton Martapura. Itulah, penuturan H Muhammad (55), anak dari Hj Sa’diah, yang juga salah seorang dari 15 murid Guru Sekumpul dalam belajar Maulid Habsyi saat itu.
Menurut Muhammad, satu kesempatan ayahnya H Alus sempat menanyakan kepada Guru Seman Mulia, yang tak lain paman Guru Sekumpul, siapa di antara keponakannya yang nantinya menjadi ulama besar. "Guru Seman Mulia mengatakan si Anang (Guru Sekumpul) nantinya menjadi ulama besar," ucap Muhammad, menirukan perkataan H Alus.
Muhammad kecil pula yang sering memijat-mijat Guru Sekumpul, saat beristirahat sejenak di Langgar Darul Aman yang lokasinya tak jauh dari kediaman Guru Sekumpul di Keraton.
"Saat sidin istirahat sejenak di Langgar Darul Aman, aku memijat-mijat awak sidin. Sidin katuju makan buah durian dan bubur kacang hijau," tuturnya. Muhammad mengisahkan, pesan Guru Sekumpul yang selalu diingatnya, yaitu setiap saat bertemu dengan orang tua-terutama ibu, hendaknya mencium tangan.
"Kalau ada duit kita berikan kepada orang tua dan kalau sempat ikut pengajian. Pesan itu yang selalu saya ingat," imbuhnya. Seiring pindahnya tempat pengajian dari Keraton ke Sekumpul, kesibukan Guru Sekumpul pun semakin padat. Hal ini pun yang membuat mereka yang tahu akan kesibukan Guru Sekumpul, mengurungkan niat untuk sekedar bertamu sebagai rasa pengertian demi menjaga kesehatan beliau. Hal itu diutarakan Anang Mahli (65), teman sepermainan Guru Sekumpul waktu kecil di Keraton.
"Kecuali penting banar atau sidin yang bakiau hanyar aku ke Sekumpul. Kalau badapat sidin rami bakisah tentang Keraton," tutur Mahli.
Dalam setiap pertemuan, Guru Sekumpul selalu mendoakan; mudah-mudahan kita semua mendapatkan rahmat Allah SWT dan mendapat safa’at Nabi Muhammad SAW. "Kita benar-benar kehilangan ulama besar yang sangat peduli terhadap masyarakat," ucap Mahli.
Sementara Zakir, seorang santri yang tinggal di Pekauman Martapura mengakui sangat kagum dengan Guru Sekumpul. "Pernah suatu ketika, saya diperintahkan oleh ayah saya untuk mengantar sesuatu ke kediaman Guru Sekumpul. Saya sebelumnya belum pernah bertemu langsung dengan beliau. Ketika sudah berada di halaman rumah beliau, saya kemudian terpikir, apakah mungkin saya dapat berjabat tangan dan mencium tangan beliau. Anehnya, belum sempat saya mengetuk pintu, beliau sudah membuka pintu dan mengulurkan tangannya kepada saya seraya mengucap salam. Saya pun terkejut, namun segera saja memanfaatkan kesempatan langka itu," ujar Zakir.
Tidak kalah menariknya, Ikhsan Cahyadi, seorang warga Pelaihari yang sering mengikuti pengajian Sekumpul mengatakan, dirinya baru mengakui karomah Guru Sekumpul setelah ia mengikuti pengajian kali pertama.
"Sejak berangkat dari Pelaihari, saya memiliki satu pertanyaan tentang soal agama yang saya belum temukan jawabannya. Alhamdulillah, ketika duduk mengikuti pengajian, Guru Sekumpul ada menyinggung persoalan agama yang jadi pertanyaan saya itu, dan terjawablah sudah pertanyaan di hati ini," paparnya.